13 Februari 2008

GOT MATCHED BY MOM

Sepertinya sudah ratusan kali saya mendengar pernyataan "Sekarang bukan jamannya Siti Nurbaya lagi!" dalam beberapa taun terakhir. Nggak cuma dari orang-orang di lingkungan sekitar, tetapi juga dari media massa seperti tv. Saya adalah salah satu orang yang setuju dengan pernyataan itu. Menurut saya, berlebihan kalau sampai sekarang masih ada orang tua yang menjodohkan anaknya dengan orang yang mereka (orang tua) inginkan. Kalau anaknya juga suka sih itu lain soal. Nggak bakal ada cerita anak backstreet pacaran atau bahkan kawin lari. Tapi gimana kalau ternyata kandidat yang diajukan orang tua ini nggak cocok sama anaknya? Hmmm, it takes more than a while to find a way to solve the problem.



Sebenarnya masalah klasik ini udah lama nggak saya denger lagi. Tapi tiba-tiba seorang teman baik curhat tentang masalah ini. Saya nggak pernah nyangka kalau dia akan mengalami masalah sesulit ini. Karena setau saya, dia paling semangat kalau diajak ngomong tentang jodoh, nikah tepatnya. Di saat saya masih pusing mikirin judul skripsi, dia sudah memikirkan model gaun atau kebaya apa yang akan dia pakai di hari pernikahannya. Dan saya pikir, dia sudah punya banyak "calon kuat" untuk jadi bapak dari anak-anaknya nanti. Kadang-kadang saya nggak bisa nahan ketawa ketika ngobrol dengan dia karena selalu melihat kalimat "GUE NIKAH BESOK" di jidatnya yang tentu saja, hasil dari imajinasi saya yang berlebih.



Saya cukup tahu tentang usahanya (sebut saja X) mencari lifetime partner lewat obrolan dan jokes dengan teman-teman kampus kami. Berbagai cara yang halal dia jalankan (berdasarkan guidance orang-orang di sekitarnya tentunya hahaha), dan salah satu yang menurut saya menarik adalah set-up date dengan saudara/teman orang-orang itu. Adaaa saja cerita tentang pertemuannya dengan Mas ini atau Kak itu.. dan itu mampu membuat saya cengar-cengir sendiri, nggak sabar untuk tau akhir ceritanya.

Saya sendiri juga pernah jadi event organizer salah satu dari blind-date-nya. Waktu itu sepupu saya lagi patah hati ditinggal mantan calon istrinya karena beberapa hal. Dan di saat yang sama saya sedang dekat-dekatnya dengan si X ini. Naahhh, kebetulan! Kenapa nggak coba jadi mak comblang buat mereka berdua? Akhirnya dengan mengandalkan beberapa kebetulan (salah satunya ketika si X sedang berada di Jakarta dan sepupu saya off dari pekerjaannya) mereka bisa bertemu walaupun akhirnya kurang memuaskan buat teman saya. Tenang aja Jeng, kalau jodoh ga lari kemana.. hehehh.. ;D

Trus apa dong hubungannya dengan perjodohan? Nah, ini bagian yang nggak bisa bikin saya ketawa-ketawa lagi ketika ngobrol dengan X. Awalnya saya pikir akan baik-baik aja. Ibu si X mengenalkan dia dengan seorang laki-laki yang sudah cukup mapan, udah kerja dan punya rumah. Saya sempat melihatnya ketika dia menjemput teman saya di gym. Physically, jujur... nggak keliatan! Hahahah.. soalnya saya nggak lagi pake kacamata waktu itu. Dari segi pribadi (ini juga menurut X) sih sebenernya dia lumayan oke, tapi ada satu hal prinsipil yang jadi masalah: NGGAK KLIK. Nah lho.

Di sinilah letak masalahnya. Ketika X merasa nggak nyambung dengan laki-laki ini, ibu X justru berharap hubungan mereka bisa terus dilanjutkan, despite ketidakcocokan antara mereka. Bahkan dari cerita-cerita X ibunya terdengar seperti memaksa X untuk stick with him apapun yang terjadi. Yang ada si X kesal karena ibunya nggak mau mengerti perasaan X. Ujungnya ketebak, terjadi perang ibu-anak. Dan yang paling bikin hati saya miris, ibu X bilang, "Kamu tuh sombong banget, sok cantik. Hidup kamu tuh masih Mami yang nanggung! Tapi kamu nurutin apa kata Mami aja nggak mau!"

Saya benar-benar nggak nyangka. Saya pikir lovelife-nya memang cuma bahan becandaan teman-teman kampus dan nggak bakal seserius ini. Saya pikir emang dia yang udah ngebet punya suami. Ternyata orang tuanya (khususnya Maminya) yang selalu menekan dia untuk punya seseorang yang bisa dijadikan pegangan. Alasan ibunya adalah karena dia (dan suaminya) udah tua, dan ingin melihat anaknya punya pasangan yang bisa buat mereka tenang karena laki-laki ini bisa "menjamin" X. Okelah orang tua X memang udah kepala 6 dengan umur X-nya yang baru kepala 2 (kelahiran 1986), jadi memang termasuk tua kalau dibandingkan dengan umur orang tua teman-teman kami yang lain. Tapiiii, yang saya nggak ngerti adalah ibu si X ini selalu beralasan, "Alaaah kamu nggak usah mikirin perasaan, deh! Yang namanya cinta itu bisa datang dengan sendirinya, kalo terbiasa. Cinta itu bisa dipupuk. Mami sama Papi juga dulu gitu, tapi buktinya bertahan sampe sekarang, kan?" Setiap kali X mencoba menyampaikan ketidakcocokannya dengan laki-laki yang "ditawarkan" ibunya, tiap kali itu pula dia harus berdebat sampai menangis dengan ibunya.

Saya geleng-geleng kepala ketika mendengar cerita ini dari X. Saya nggak nyangka akan sampai segitunya. Meminjam salah satu line dari iklan, "Harrreee geeeeneeee?!" kenapa masih ada perjodohan old school seperti itu. Dan saya minta maaf kalau ini terdengar kurang sopan, kenapa sih ibu X harus balas dendam ke anaknya sendiri atas apa yang terjadi pada beliau di masa lalu? Kenapa anaknya harus nikah sama orang yang nggak harus dia sayang seperti dulu beliau menikah dengan suaminya (ayah X)? Bukannya lebih baik kalo X bisa menemukan orang yang dia sayang lantas menikah dengannya?

Saya memang nggak tau gimana masa depan X dan dia akan menikah dengan siapa, begitupun X sendiri dan ibunya. Bisa jadi si laki-laki ini memang destined to be her husband, bisa juga orang lain. Semuanya bisa terjadi, kalo Sang Khalik mau. Itu merupakan suatu hal yang mutlak dan nggak perlu diperdebatkan lagi. Tapi satu hal yang saya nggak bisa ngerti adalah seorang ibu yang memaksakan kehendaknya kepada anaknya dengan menyebut itu "ikhtiar" untuk mendapatkan jodoh buat anaknya. Buat saya, ikhtiar itu identik dengan hal-hal positif seperti belajar, bukan nyontek, untuk mendapat nilai bagus. Dan ikhtiar itu nggak seharusnya disebut-sebut sebagai alasan di tengah hubungan ibu-anak yang makin panas, yang nggak jarang membuat luka batin kedua belah pihak. Ikhtiar itu, menurut saya, harus dengan hati yang ikhlas. Pertanyaannya, gimana ikhtiar itu bisa dibilang maksimal ketika yang menjalankannya saja tidak ikhlas untuk berikhtiar?

Terus terang, saya nggak mau X jadi anak durhaka. Tapi dalam kasus seperti ini sebenarnya saya juga nggak tau apa batasan durhaka dan shalehah. Saya pengen si X ini bahagia, tapi terlalu picik kalau saya membela X karena saya nggak tau bagaimana perasaan ibu X sebenarnya. Satu sisi sudah pasti X sangat ingin membahagiakan orang tuanya, tapi di sisi lain dia harus membohongi perasaannya sendiri demi kebahagiaan orang tuanya itu. Nah lho nah lho.

Saya (I): Jadi karena itu selama ini lo selalu semangat nyari pacar? Karena nyokaplo pengen lo punya "pegangan"?
X : Iya. Tekanan, Ndah.
I : Buset, hidup dengan tekanan aja IP lo 4.
X : Iya, justru itu karena tekanan. Eh trus jadi gimana dong, niih? Gue mesti gimana lagi?
I : Yaaa gue juga bingung. Kalo gue jadi lo sih kayanya kepala gue pecah. Heheh tapi pecahnya kepala nggak menyelesaikan masalah, ya?
X : ..............
I : Satu sisi pengen banget kabur dari rumah, tapi gue mau kemana? Siapa yang mau ngasih gue makan? Tapi kalo di rumah gue mesti makan hati, ngikutin maunya nyokap yang sama aja menjarain diri gue sendiri. Duh, jadi pusing.
X : Tuh kaaan.. aduuh hidup gue kenapa begini amat, sih?
I : Yaelaaaahh, X.. masing-masing orang tuh cobaannya beda, tergantung kemampuan. Kalo elo dicoba gini ama Allah, berarti emang lo kuatnya di sini. Pasti ada jalan, ko.. cuma sekarang kita belum bisa liat, masih buta dan belum tau jalannya kaya gimana.
X : Iya sih, tapi gue nggak sabar, nih. Sampe kapan sih kaya gini terus? Gue nggak mau jadi anak durhaka, tapi setiap kali gue jalan sama tu cowok, gue ga tahan. Ga nyambuuuungg!! Itu kan hal yang paling mendasar.
I : Ya udah tebelin kuping aja lo denger nyokap ngoceh. Ato nggak, emmm.. gini deh.. lo ikutin aja kata nyokaplo dulu. Nggak usah didebat dulu, ikutin aja apa maunya.
X : Udah. Eeh waktu gue diem nyokap malah nyuruh gue sms si cowok ini duluan.
I : Waduh, ngelunjak.. trus lo pasti nggak mau deh?!
X : Ya iyalah.
I : Nyokap bilang apa?
X : Kamu tuh nggak pernah nurut sama Mami!!
I : ......................
X : Lho, emang selama ini aku mau jalan sama dia itu nurutin siapa? Demi kebahagian siapa?
I : (dalam hati: mampus deh gue, makin ribet aja ni masalah!)
X : Aduuuhhh gimana, dooongg..
I : Hiduplo bener-bener kaya sinetron, deh.. (nggak menyelesaikan masalah)
X : (makin cemberut kemudian berlalu)



PS: Untuk semua laki-laki shaleh, siap nikah lahir batin yang kira-kira bisa membeli hati temen gue sekaligus nyokapnya, tolong kabari gue ASAP, yah.. temen gue berjilbab, tinggi badan 170 sekian cm dengan berat badan proporsional, pintar sekali (langganan IP 4), shalehah, dan keibuan. Ini serius, lho!
Buat X : Gateeell banget pengen nyebut nama aslilo. Heheheh.. anyway, update terus ya, perkembangan ceritalo! Semoga semuanya berakhir seperti namalo (hint: bukan INDAH).. hahahaha.. ;D

Tidak ada komentar: