26 Februari 2008

BETWEEN THE MAN OF MY DREAMS AND THE LOVE OF MY LIFE

"GOSSIP GIRL" : Nate Archibald
He's torn between the love of his life and the girl of his dreams

Kata-kata ini saya baca beberapa minggu yang lalu ketika saya iseng-iseng browsing ke tv.yahoo.com. Waktu itu saya sedang mencari informasi tentang kelanjutan serial favorit saya, Gossip Girl, yang ditunda kelanjutannya karena writer's strike. Tapi sekarang sih ALHAMDULILLAH strike-nya udah selesai, jadi udah mau shooting lagi.. hehehe can't wait to see para abege itu berantem lagi hahahahha.. such a guilty pleasure! ;P

Anyway, kembali ke topik semula, saya sempat diam setelah membaca kata-kata itu. Mencerna, lalu merasa perlu mempertanyakannya atau membahas dengan orang-orang dekat. Tapi toh akhirnya cuma saya simpan sendiri karena saya belum mendapat cukup pencerahan lebih lanjut tentang itu. Kata-kata itu tetap tersimpan dengan rapi di memori saya hingga hari ini, setelah secara kebetulan saya disadarkan akan arti kata-kata itu.

Hari ini saya habiskan di kampus untuk ngobrol dengan banyak orang. Salah satu orang itu adalah dia, yang sepertinya masuk ke dalam kategori "man of my dreams". Setelah terlibat dalam percakapan yang cukup lama, saya sadar selama ini saya menyimpan banyak denial. Saya selalu menyangkal dia adalah sosok seorang yang pantas saya kagumi. Saya nggak pernah sekalipun menganggap dia serius, walaupun saya juga nggak sedikitpun meremehkan dia. Hubungan kami.. mm agak sulit mendeskripsikannya. Yang jelas saya kenal dia dari seorang teman baik. Awalnya sama-sama merasa nggak perlu mengenal satu sama lain sampai suatu saat teman baik saya bilang dia mau meminjam sebuah buku dari saya. Dari situ saya dan dia mulai sering ngobrol dan bercanda, dan saya lupa gimana awalnya, kami beberapa kali sempat saling bercerita tentang pasangan masing-masing yang berujung saling sepet. Sayangnya anak kecil ini menang 1 angka dari saya, karena walaupun beberapa kali putus-nyambung dengan pacarnya, dia masih bisa mempertahankan ke-unavailability-nya sampai sekarang. Sementara saya? K.O. setelah 2 ronde "bolak-balik" itu.. heheheh.. ;D Sejak itu saya makin ngenes, dia makin ngelunjak dengan sejuta sindiran, ledekan or whatsoever ketika saya cuma bisa nyengir gondok.

Our relationship stays inside the box. Cuma sebatas itu karena kami sibuk dengan dunia masing-masing. Saya dan dia punya lingkungan yang berbeda walaupun lingkaran pergaulan kami memiliki irisan yang cukup luas. Tapi selalu menyenangkan ketika kami bisa sekedar duduk sambil ngobrol di kampus. Nah, hari ini, saya menemukan sebuah sisi dari dirinya yang nggak pernah saya tau sebelumnya, malah nggak pernah saya duga akan dia miliki. Di balik segala ke-silly-annya, ke-childish-annya, dan ketengilannya, hari ini sebuah moment of truth menunjukkan kalau dia adalah seseorang yang memang pantas dikagumi. Kesederhanaannya dan ketulusannya membuat saya merasakan sesuatu yang lain, nggak seperti biasanya. He looked really mature and adorable when he told everything about his view of life, his priorities in life, and how he treats people around him. I was sort of surprised and also melted when he told some stories about his personal life. Saya tau, dia nggak bermaksud untuk meng-impress. Dia tetaplah dia, yang minderan dan santai. Tapi ada sesuatu dari dirinya yang ternyata sangat sangat luar biasa, dan semakin terlihat wonderful karena dikemas dengan sebuah kesederhanaan. Amazing.

It is too early to say that I am in love with him. Butuh lebih dari itu untuk membuat saya jatuh cinta pada seseorang. Tapi jujur, i do adore him. Dan entah kenapa, kekaguman ini membuat saya ingin melihat dia setiap hari, dan bahkan terus mendengarkan semua ceritanya setiap hari. Tentang dia dan hidupnya, termasuk tentang seorang gadis beruntung yang jadi salah satu orang terpenting dalam hidupnya dan penyakit kronis yang nggak bikin dia putus asa atau berhenti menjalankan hidupnya. Tentang istikharahnya sebelum memutuskan sesuatu, tentang kecintaannya terhadap keluarga, semua tentang dia yang sebelumnya nggak pernah saya duga akan ada dalam dirinya. Yang saya dengar selama ini adalah sesuatu yang jauh berbeda, segala hal yang negatif, semua yang saya ingin hindari dari seorang laki-laki. Tapi hari ini, lewat mata, telinga dan hati, he turned out to be someone whom I am really looking for.

Seseorang yang saya cari itu tentu saja, merupakan seseorang yang memenuhi gambaran ideal di mata saya. Dia harus shaleh, smart, fleksibel, membumi, dan punya fighting spirit yang tinggi. Karakter inilah yang saya akan sebutkan ketika orang lain bertanya, "Menurutlo seperti apa sih laki-laki yang ideal itu?" karena memang itu yang saya sebut ideal, yang saya inginkan, yang saya dambakan, yang saya look for. The man of my dreams. Orang yang saya impikan ada di samping saya, tapi belum tentu bisa saya miliki. Karena ada juga kategori kedua yang disebut the love of my life: orang yang ditakdirkan untuk menjadi lifetime partner saya. Dan belum tentu dia adalah orang yang saya impikan.

Tentang kategori kedua ini, sebenarnya saya masih belum berani untuk berkoar-koar. Karena rasanya sampai saat ini saya belum diyakinkan tentang keberadaan seseorang yang merupakan love of my life. Well, dia pasti sudah ada, entah di sekitar saya atau justru terpisah jarak ribuan mil dari saya. Entah sudah pernah saya temui sebelumnya atau a total stranger. Saya nggak akan mempermasalahkan itu, tetapi jujur, ada seseorang yang menurut saya mungkin akan mendekati kategori ini: seseorang yang pernah menjadi bagian dalam hidup saya. Awalnya saya kira dia adalah "the man of my dreams", tapi setelah saya makin mengenalnya, dia tidak memenuhi gambaran ideal itu. Flaws here and there, but he completed me. Dia memberikan saya satu hal penting yang mungkin nggak bisa diberikan "the man of my dreams": rasa nyaman. Ini yang mahal, yang belum tentu bisa dikalahkan oleh kriteria-kriteria tadi. Literally speaking, dia pernah saya miliki, and that is why he is no longer the man of my dreams.

Still vaguely described? Memang. Konsep kedua ini memang masih belum pasti bisa saya jelaskan dengan baik, tetapi at least saya bisa memberikan perbedaan di antara keduanya. Seperti Nate Archibald dalam Gossip Girl. Pasangan Nate bernama Blair Waldorf yang bersahabat dengan Serena Van Der Woodsen. Walaupun sudah bertaun-taun pacaran dengan Blair, he always has a thing to Serena eventhough he already found the love of his life. And Serena, the girl of his dreams, stays unreachable.. at least sampai episode 13 season 1 kemarin.. hehehehe.. ;P

Tapi masih ada pertanyaan yang tersisa. Apakah "the man of my dreams" can become "the love of my life"? Atau apakah sesuai namanya, "man of my dreams", so he only stays in my dreams? Masih perlu waktu untuk menjawab hal ini, mungkin karena saya belum menemukan sosok yang bisa buat saya yakin mengatakan, "He's the love of my life.". Mungkin misteri ini baru akan terpecahkan ketika seseorang yang ditakdirkan untuk saya itu, berada di samping saya untuk mengikuti kata-kata penghulu nanti. You know how happy I will be if he is "the man of my dreams". But if he isnt, I wont mind because sometimes reality is much better than a dream


...because sometimes, what you want is not what is best for you.

13 Februari 2008

GOT MATCHED BY MOM

Sepertinya sudah ratusan kali saya mendengar pernyataan "Sekarang bukan jamannya Siti Nurbaya lagi!" dalam beberapa taun terakhir. Nggak cuma dari orang-orang di lingkungan sekitar, tetapi juga dari media massa seperti tv. Saya adalah salah satu orang yang setuju dengan pernyataan itu. Menurut saya, berlebihan kalau sampai sekarang masih ada orang tua yang menjodohkan anaknya dengan orang yang mereka (orang tua) inginkan. Kalau anaknya juga suka sih itu lain soal. Nggak bakal ada cerita anak backstreet pacaran atau bahkan kawin lari. Tapi gimana kalau ternyata kandidat yang diajukan orang tua ini nggak cocok sama anaknya? Hmmm, it takes more than a while to find a way to solve the problem.



Sebenarnya masalah klasik ini udah lama nggak saya denger lagi. Tapi tiba-tiba seorang teman baik curhat tentang masalah ini. Saya nggak pernah nyangka kalau dia akan mengalami masalah sesulit ini. Karena setau saya, dia paling semangat kalau diajak ngomong tentang jodoh, nikah tepatnya. Di saat saya masih pusing mikirin judul skripsi, dia sudah memikirkan model gaun atau kebaya apa yang akan dia pakai di hari pernikahannya. Dan saya pikir, dia sudah punya banyak "calon kuat" untuk jadi bapak dari anak-anaknya nanti. Kadang-kadang saya nggak bisa nahan ketawa ketika ngobrol dengan dia karena selalu melihat kalimat "GUE NIKAH BESOK" di jidatnya yang tentu saja, hasil dari imajinasi saya yang berlebih.



Saya cukup tahu tentang usahanya (sebut saja X) mencari lifetime partner lewat obrolan dan jokes dengan teman-teman kampus kami. Berbagai cara yang halal dia jalankan (berdasarkan guidance orang-orang di sekitarnya tentunya hahaha), dan salah satu yang menurut saya menarik adalah set-up date dengan saudara/teman orang-orang itu. Adaaa saja cerita tentang pertemuannya dengan Mas ini atau Kak itu.. dan itu mampu membuat saya cengar-cengir sendiri, nggak sabar untuk tau akhir ceritanya.

Saya sendiri juga pernah jadi event organizer salah satu dari blind-date-nya. Waktu itu sepupu saya lagi patah hati ditinggal mantan calon istrinya karena beberapa hal. Dan di saat yang sama saya sedang dekat-dekatnya dengan si X ini. Naahhh, kebetulan! Kenapa nggak coba jadi mak comblang buat mereka berdua? Akhirnya dengan mengandalkan beberapa kebetulan (salah satunya ketika si X sedang berada di Jakarta dan sepupu saya off dari pekerjaannya) mereka bisa bertemu walaupun akhirnya kurang memuaskan buat teman saya. Tenang aja Jeng, kalau jodoh ga lari kemana.. hehehh.. ;D

Trus apa dong hubungannya dengan perjodohan? Nah, ini bagian yang nggak bisa bikin saya ketawa-ketawa lagi ketika ngobrol dengan X. Awalnya saya pikir akan baik-baik aja. Ibu si X mengenalkan dia dengan seorang laki-laki yang sudah cukup mapan, udah kerja dan punya rumah. Saya sempat melihatnya ketika dia menjemput teman saya di gym. Physically, jujur... nggak keliatan! Hahahah.. soalnya saya nggak lagi pake kacamata waktu itu. Dari segi pribadi (ini juga menurut X) sih sebenernya dia lumayan oke, tapi ada satu hal prinsipil yang jadi masalah: NGGAK KLIK. Nah lho.

Di sinilah letak masalahnya. Ketika X merasa nggak nyambung dengan laki-laki ini, ibu X justru berharap hubungan mereka bisa terus dilanjutkan, despite ketidakcocokan antara mereka. Bahkan dari cerita-cerita X ibunya terdengar seperti memaksa X untuk stick with him apapun yang terjadi. Yang ada si X kesal karena ibunya nggak mau mengerti perasaan X. Ujungnya ketebak, terjadi perang ibu-anak. Dan yang paling bikin hati saya miris, ibu X bilang, "Kamu tuh sombong banget, sok cantik. Hidup kamu tuh masih Mami yang nanggung! Tapi kamu nurutin apa kata Mami aja nggak mau!"

Saya benar-benar nggak nyangka. Saya pikir lovelife-nya memang cuma bahan becandaan teman-teman kampus dan nggak bakal seserius ini. Saya pikir emang dia yang udah ngebet punya suami. Ternyata orang tuanya (khususnya Maminya) yang selalu menekan dia untuk punya seseorang yang bisa dijadikan pegangan. Alasan ibunya adalah karena dia (dan suaminya) udah tua, dan ingin melihat anaknya punya pasangan yang bisa buat mereka tenang karena laki-laki ini bisa "menjamin" X. Okelah orang tua X memang udah kepala 6 dengan umur X-nya yang baru kepala 2 (kelahiran 1986), jadi memang termasuk tua kalau dibandingkan dengan umur orang tua teman-teman kami yang lain. Tapiiii, yang saya nggak ngerti adalah ibu si X ini selalu beralasan, "Alaaah kamu nggak usah mikirin perasaan, deh! Yang namanya cinta itu bisa datang dengan sendirinya, kalo terbiasa. Cinta itu bisa dipupuk. Mami sama Papi juga dulu gitu, tapi buktinya bertahan sampe sekarang, kan?" Setiap kali X mencoba menyampaikan ketidakcocokannya dengan laki-laki yang "ditawarkan" ibunya, tiap kali itu pula dia harus berdebat sampai menangis dengan ibunya.

Saya geleng-geleng kepala ketika mendengar cerita ini dari X. Saya nggak nyangka akan sampai segitunya. Meminjam salah satu line dari iklan, "Harrreee geeeeneeee?!" kenapa masih ada perjodohan old school seperti itu. Dan saya minta maaf kalau ini terdengar kurang sopan, kenapa sih ibu X harus balas dendam ke anaknya sendiri atas apa yang terjadi pada beliau di masa lalu? Kenapa anaknya harus nikah sama orang yang nggak harus dia sayang seperti dulu beliau menikah dengan suaminya (ayah X)? Bukannya lebih baik kalo X bisa menemukan orang yang dia sayang lantas menikah dengannya?

Saya memang nggak tau gimana masa depan X dan dia akan menikah dengan siapa, begitupun X sendiri dan ibunya. Bisa jadi si laki-laki ini memang destined to be her husband, bisa juga orang lain. Semuanya bisa terjadi, kalo Sang Khalik mau. Itu merupakan suatu hal yang mutlak dan nggak perlu diperdebatkan lagi. Tapi satu hal yang saya nggak bisa ngerti adalah seorang ibu yang memaksakan kehendaknya kepada anaknya dengan menyebut itu "ikhtiar" untuk mendapatkan jodoh buat anaknya. Buat saya, ikhtiar itu identik dengan hal-hal positif seperti belajar, bukan nyontek, untuk mendapat nilai bagus. Dan ikhtiar itu nggak seharusnya disebut-sebut sebagai alasan di tengah hubungan ibu-anak yang makin panas, yang nggak jarang membuat luka batin kedua belah pihak. Ikhtiar itu, menurut saya, harus dengan hati yang ikhlas. Pertanyaannya, gimana ikhtiar itu bisa dibilang maksimal ketika yang menjalankannya saja tidak ikhlas untuk berikhtiar?

Terus terang, saya nggak mau X jadi anak durhaka. Tapi dalam kasus seperti ini sebenarnya saya juga nggak tau apa batasan durhaka dan shalehah. Saya pengen si X ini bahagia, tapi terlalu picik kalau saya membela X karena saya nggak tau bagaimana perasaan ibu X sebenarnya. Satu sisi sudah pasti X sangat ingin membahagiakan orang tuanya, tapi di sisi lain dia harus membohongi perasaannya sendiri demi kebahagiaan orang tuanya itu. Nah lho nah lho.

Saya (I): Jadi karena itu selama ini lo selalu semangat nyari pacar? Karena nyokaplo pengen lo punya "pegangan"?
X : Iya. Tekanan, Ndah.
I : Buset, hidup dengan tekanan aja IP lo 4.
X : Iya, justru itu karena tekanan. Eh trus jadi gimana dong, niih? Gue mesti gimana lagi?
I : Yaaa gue juga bingung. Kalo gue jadi lo sih kayanya kepala gue pecah. Heheh tapi pecahnya kepala nggak menyelesaikan masalah, ya?
X : ..............
I : Satu sisi pengen banget kabur dari rumah, tapi gue mau kemana? Siapa yang mau ngasih gue makan? Tapi kalo di rumah gue mesti makan hati, ngikutin maunya nyokap yang sama aja menjarain diri gue sendiri. Duh, jadi pusing.
X : Tuh kaaan.. aduuh hidup gue kenapa begini amat, sih?
I : Yaelaaaahh, X.. masing-masing orang tuh cobaannya beda, tergantung kemampuan. Kalo elo dicoba gini ama Allah, berarti emang lo kuatnya di sini. Pasti ada jalan, ko.. cuma sekarang kita belum bisa liat, masih buta dan belum tau jalannya kaya gimana.
X : Iya sih, tapi gue nggak sabar, nih. Sampe kapan sih kaya gini terus? Gue nggak mau jadi anak durhaka, tapi setiap kali gue jalan sama tu cowok, gue ga tahan. Ga nyambuuuungg!! Itu kan hal yang paling mendasar.
I : Ya udah tebelin kuping aja lo denger nyokap ngoceh. Ato nggak, emmm.. gini deh.. lo ikutin aja kata nyokaplo dulu. Nggak usah didebat dulu, ikutin aja apa maunya.
X : Udah. Eeh waktu gue diem nyokap malah nyuruh gue sms si cowok ini duluan.
I : Waduh, ngelunjak.. trus lo pasti nggak mau deh?!
X : Ya iyalah.
I : Nyokap bilang apa?
X : Kamu tuh nggak pernah nurut sama Mami!!
I : ......................
X : Lho, emang selama ini aku mau jalan sama dia itu nurutin siapa? Demi kebahagian siapa?
I : (dalam hati: mampus deh gue, makin ribet aja ni masalah!)
X : Aduuuhhh gimana, dooongg..
I : Hiduplo bener-bener kaya sinetron, deh.. (nggak menyelesaikan masalah)
X : (makin cemberut kemudian berlalu)



PS: Untuk semua laki-laki shaleh, siap nikah lahir batin yang kira-kira bisa membeli hati temen gue sekaligus nyokapnya, tolong kabari gue ASAP, yah.. temen gue berjilbab, tinggi badan 170 sekian cm dengan berat badan proporsional, pintar sekali (langganan IP 4), shalehah, dan keibuan. Ini serius, lho!
Buat X : Gateeell banget pengen nyebut nama aslilo. Heheheh.. anyway, update terus ya, perkembangan ceritalo! Semoga semuanya berakhir seperti namalo (hint: bukan INDAH).. hahahaha.. ;D